Usaid
bin Hudair, pada suatu malam membaca Al-Qur’an, di suatu tempat dekat kandang
kudanya, tiba-tiba kudanya itu melompat. Sejenak ia diam, lalu membaca
Al-Qur’an lagi dan kudanya itu pun melompat lagi. Sekali lagi ia diam, lalu
membaca lagi dan sekali lagi pula kuda itu melompat kembali.
Usaid
yang membaca Al-Qur’an itu berkata, “Oleh karena kuda itu melompat-lompat
terus, maka saya takut kalau-kalau kuda itu menginjak saudaraku Yahya yang
sedang tidur tidak jauh dari kandang kuda itu.”
Kemudian
saya berdiri, menghampiri kandang kuda itu. Tiba-tiba suatu benda bagaikan
(naungan) awan yang di dalamnya ada beberapa pelita bercahaya, naik ke atas dan
terus naik, sehingga saya tidak dapat melihatnya lagi.
Pada
pagi harinya Usaid mendatangi Rasulullah SAW, dan menceritakan kepadanya semua
yang dialaminya semalam. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Usaid,
naungan (awan) yang didalamnya ada beberapa pelita bercahaya itu adalah
malaikat yang sengaja hadir untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang kamu
baca.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
DAKWAH RASULULLAH SAW KE THAIF
Setelah
Abu Thalib (paman Rasulullah SAW) dan Khadijah (istri Rasulullah SAW) wafat,
tepatnya tahun ke-10 dari kenabian (620 M), Rasulullah SAW dengan ditemani anak
angkatnya Zaid bin Haritsah pergi ke Thaif yang terletak di sebelah timur kota
Mekah.
Maksud
Rasulullah SAW berkunjung ke Thaif adalah untuk menyeru para pemimpin Bani
Sakif dan kaumnya agar masuk Islam dan memberikan perlindungan kepada Nabi SAW
dan umat Islam, dari tekanan dan kekerasan kaum kafir Quraisy.
Rasulullah
SAW menemui tiga orang bersaudara pemimpin Bani Sakif, yakni Abdul Jalil,
Mas’ud, dan Habib, yang ketiga-tiganya putra dari ‘Amru bin Umair. Beliau
menjelaskan maksud kunjungannya, seperti tersebut diatas kepada ketiga pemimpin
Bani Sakif itu. Namun mereka bertiga bukan hanya menolak seruan dakwah
Rasulullah SAW, tetapi secara diam-diam menyuruh anak-anak dan para budak agar
berteriak mengusir Nabi Muhammad SAW dan Zaid bin Haritsah supaya segera
meninggalkan kota Thaif. Selain itu mereka mengejek, mengolok-olok, dan
melempari Rasulullah SAW dengan batu sehingga kakinya berdarah.
Menanggapi
sikap keras pemimpin-pemimpin dan kaum Bani Sakif seperti itu, Rasulullah SAW
tidak menaruh rasa dendam sedikitpun. Bahkan beliau berdoa, “Ya Allah berilah
mereka petunjuk, karena mereka termasuk orang yang belum faham.”
IDJTIHAD DUA SAHABAT
Dua
orang sahabat Rasulullah SAW melakukan perjalanan jauh. Di tengah perjalanan
mereka hendak mengerjakan salat Zuhur, tetapi karena setelah mencari air mereka
tidak menemukannya, akhirnya mereka bertayamum. Setelah selesai salat, mereka
melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba, mereka menemukan sumber air dan waktu salat
Zuhur masih ada. Dua sahabat itu berijtihad yang ijtihadnya berbeda. Sahabat
yang satu, kemudian berwudu dan menegerjakan salat Zuhur lagi, yang sebenarnya
sudah dikerjakan dengan bertayamum terlebih dahulu. Tetapi sahabat yang lainnya
tidak berwudu dan tidak pula mengulangi untuk mengerjakan salat Zuhur. Setelah
mereka berdua kembali dan bertemu dengan Rasulullah SAW, merekapun menanyakan
hasil idjihad mereka berdua kepadanya, dan Rasulullah SAW pun memberikan
jawaban: bagi yang berwudu kembali dan salat lagi akan mendapat tambahan pahala
dan bagi yang lainnya yang tidak berwudu dan tidak mengulangi lagi salatnya
Rasulullah SAW memujinya, karena ia telah melakukan ijtihad yang tepat.
SALMAN AL-FARISI TOKOH TELADAN
Salman
berasal dari Persia (Iran). Pada masa kecilnya beliau beragama Majusi, dan
setelah tertarik dengan agama Kristen, lalu masuk agama Kristen. Beliau
meninggalkan rumahnya di Persia (Iran) untuk mengembara ke Syria (Suriah).
Dalam pengembarannya, beliau berguru kepada beberapa orang Rahib Kristen. Guru
Rahib Kristennya yang terakhir sebelum wafat menceritakan bahwa di Wadi
Al-Qarni (Arab Tengah), telah muncul seorang rasul akhir zaman yang memperbaiki
dan menyempurnakan agama Nabi Ibrahim AS.
Tertarik
dengan kabar itu, Salman Al-Farisi meneruskan pengembaraannya ke Arab Tengah
dan sampai ke Madinah. Setelah beliau bertemu dengan Nabi Muhammad SAW,
beliaupun masuk Islam.
Pada
tahun ke-5 H (627 M), terjadi peperangan antara kaum Muslim yang berjumlah 3000
orang dan bertahan di Madinah melawan orang-orang kafir yang berjumlah 10.000
orang, dari berbagai suku Arab yang bersekutu.
Sebelum
peperangan terjadi, Salman mengusulkan dalam musyawarah Nabi SAW dan para
sahabatnya, agar dalam mempertahankan kota Madinah dibuatkan parit (khandaq).
Prakarsa yang disampaikan oleh Salman tersebut belum pernah dilakukan oleh
orang-orang Arab sebelumnya dan kemudian diterima oleh Nabi SAW dan para
sahabatnya.
Pada
waktu orang-orang kafir sekutu suku-suku Arab itu menyerbu Madinah, kaum Muslimin
bertahan di dalam parit itu dan melempari musuh-musuhnya dengan panah dan
tombak.
Akhirnya,
berkat pertolongan Allah SWT dan inisiatif cermelang dari Salman Al-Farisi
dalam peperangan Khandaq itu, kaum Muslimin memperoleh kemenangan. Salman
Al-Farisi wafat pada tahun 655 M.
MALAIKAT YANG BERTANYA
Umar
bin Al-Khattab r.a menceritakan bahwa pada suatu ketika Rasulullah SAW
didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih, berambut sangat
hitam, bekas telapak kakinya tidak terlihat, dan tidak seorang pun sahabat
Rasulullah SAW yang hadir mengenalnya. Lalu ia mengemukakan beberapa pertanyaan
tentang rukun Islam, rukun iman, dan tentang ihsan. Mengenai rukun iman ia
bertanya, “Beritahukanlah saya tentang keimanan!” Rasulullah SAW menjawab:
“Hendaklah engkau beriman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan qadar (takdir) yang baik
ataupun yang buruk.” Orang tersebut lalu berkata, “Tuan benar.” (H.R. Muslim)
Pojok Kisah